[Al-An'am: 97].
[Faathir: 28].
[Luqman:29].
[Ar-Rahmaan: 33]
Udara begitu segar di pagi hari, apalagi semalaman hujan. Saya merapatkan sweater yang diberikan kakak sebelum pergi. Hup... terlompati sudah genangan air untuk ke dua kalinya. Stasiun Bogor masih lengang, Alhamdulillah, berarti saya tidak usah berjuang hanya untuk bisa terangkut. Saya duduk dengan tenang di gerbong belakang yang sudah terisi sebagian. Hari masih muda, tetapi para pedagang asongan, peminta-minta bahkan pencari sumbangan sudah berseliweran dengan suara-suara khas mereka.
Saya mulai mengamati, mencari vitamin hati. Seorang nenek terhuyung-huyung mengedarkan mangkuk berharap dermawan memberi uang belas kasihan, sekelompok pemuda tuna netra yang hampir semua sepatunya robek-robek mematung menunggu sang nenek pindah ke gerbong lain. Ada seorang perempuan yang terus menerus menggumamkan "Lapar... Lapar.." di pojok gerbong, pakaiannya lusuh dan yang jelas dia sepertinya kurang waras. Kini giliran bocah laki-laki yang menyapu lantai kereta, hampir sekujur tubuhnya kudisan, mata yang merah, dan kepala diperban, membentak para penumpang jika tidak memberinya uang. Sebenarnya saya ingin sekali mengulurkan tangan seperti orang lain, jika saja dompet yang berisi recehan itu tidak tertinggal di kamar. Saya memang selalu mencari recehan sisa kembalian untuk hal-hal seperti ini. Hingga setiap kali tangan atau wadah tempat belas kasih itu datang saya menyambutnya dengan senyuman dan kata maaf.
Kereta berhenti di Stasiun Cilebut, ketika seorang bocah laki-laki, berpeci, mengenakan seragam putih hijau, naik. Dengan gugupnya ia berdiri dan sekedar berpidato, intinya meminta para dermawan saling tolong menolong dalam kebenaran dengan bershadaqah untuk panti asuhan yang ditinggalinya. Bulir-bulir keringat menetes dari dahinya, sedangkan tangan mungil itu gemetar, belum lagi kata-kata yang keluar dari awal sudah putus-putus. Saya mengamatinya, mungkin pertama kalinya untuk bocah itu melakukan hal ini. Iba hati saya, ketika dia mengedarkan kotak amal, refleks saya membuka dompet dan memasukkan uangnya ke dalam kotak. Tak disangka-sangka dia membungkukkan badan dan tak henti-henti mengucap "terima kasih kak, terima kasih banyak...". Dia melakukannya agak lama. Saya jadi rikuh ditatap banyak orang.
Sampai di kamar, saya baru tahu kenapa bocah tadi begitu semangat berterima kasih. Uang selembar yang diberikan kakak dengan embel-embel "Dik, pergunakan uang ini sebaik-baiknya sampai akhir bulan ... " itulah yang saya masukkan ke dalam kotak, sedangkan selembar uang 500-an yang saya maksudkan untuk berinfak masih ada di dompet. "Innalillahii.." bisik saya berulang-ulang. Saya tidak tahu harus berbuat apa. Yang saya patrikan saat itu adalah "Pasti ada hikmah... pasti ada hikmahnya".
Siang, Jam menunjukkan jarum pendeknya diangka 2. Saya pilih shirah nabawiyah untuk menentramkan gemuruh hati. Kisah-kisah kehidupan nabi Al-Musthafa begitu sempurna. Lapar yang saat itu saya rasakan belum seberapa dibandingkan dengan Lapar yang dialami Nabi, keluarganya dan para sahabat. Betapa luar biasanya mereka dalam hal zuhud. Saya tergugu ketika membaca kisah suatu hari Umar R.A bertemu dengan sahabatnya Jabir bin Abdullah dan menemukan sepotong daging ditangannya. Kemudian umar bertanya "Apa itu Jabir", "Aku ingin makan daging, lalu saya membelinya" begitu pengakuan jabir. Selanjutnya Umar pun bertutur "Apakah setiap yang kamu inginkan kamu usahakan membelinya? Apakah kamu tidak takut ayat ini, "Kamu telah menghabiskan rizkimu yang baik dalam kehidupan duniawimu (saja)" (QS Al-Ahqaf: 20).
Saya sering lebih memilih untuk membeli buku dibandingkan membeli kupon dari pencari dana kegiatan amal. Saya bahkan dengan hati seringan awan menambah koleksi kerudung daripada menambah investasi akhirat dengan memberi sedekah nenek buta yang setiap hari terlewati. Betapa dungunya saya ketika seorang tetangga datang ke rumah meminta sumbangan untuk membangun rumahnya yang ambruk, saya hanya meminta maaf karena memberi alakadarnya, padahal besoknya saya sibuk memilih-milih sepatu di pusat pertokoan. Astaghfirullah...., air mata menetes lagi.
Maghrib, baru saja terlewati, sementara perut dari tadi hanya diisi air. Subhanallah, apakah ini yang dirasakan mereka yang kelaparan setiap harinya. Perut melilit, bersuara aneh dan sesekali perih. Ingin rasanya mengetuk pintu kamar sebelah, tapi saya tahu sekarang bulan sudah tua. Dan saya ingat kemarin pagi para pemilik kamar sudah berkoar-koar tidak karuan tentang kerontangnya isi dompet mereka. Jika saja uang tadi tidak tertukar, jika saja saya lebih berhati-hati, andai saya tadi tertidur,.... Astaghfirullahaladzim....
Saya mengingat banyak hal untuk menghibur hati, diantaranya janji Allah yang disampaikan ustadz di pengajian minggu yang lalu. "Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya" (QS. Saba: 39). Lirih mulut berucap "Ya Rabb, saya ikhlas dengan skenario ini, mudah-mudahan Engkau mengganti dengan yang lebih baik, karena hamba yakin Engkau maha kaya dan tidak akan berkurang sedikitpun karena permohonan mahluknya".
Adzan Isya berkumandang, waktu seperti cepat bergulir. Belum selesai melipat mukena, pintu kamar diketuk "Mbak... ayo ke tempat makan, mamanya Ayu baru datang dan membawakan makan malam buat kita semua, cepetan nanti keabisan". Itu pasti teman sebelah kamar, suaranya khas. Saya tersenyum, terima kasih ya Allah. Di ruang makan, semuanya nampak bergembira, ibunya Ayu sibuk mempersilahkan mereka, padahal untuk makanan gratis, tanpa dipersilahkan pun semangat kami tetap semangat 45. Lagi asyik-asyiknya menikmati berkah, Ayu tersenyum ke arah saya dan berujar, "Eh mbak, beasiswanya sudah keluar, tadi Ayu liat di kampus. Besok uangnya udah bisa diambil".
Suatu hari, Rasulullah sedang duduk di masjid dikelilingi para sahabat. Beliau tengah mengajarkan ayat-ayat Qur'an. Tiba-tiba Rasulullah berhenti sejenak dan berkata,"Akan hadir diantara kalian seorang calon penghuni surga". Para sahabat pun bertanya-tanya dalam hati, siapakah orang istimewa yang dimaksud Rasulullah ini?. Dengan antusias mereka menunggu kedatangan orang tersebut. Semua mata memandang ke arah pintu.
Tak berapa lama kemudian, seorang laki-laki melenggang masuk masjid. Para sahabat heran, inikah orang yang dimaksud Rasulullah? Dia tak lebih dari seorang laki-laki dari kaum kebanyakan. Dia tidak termasuk di antara sahabat utama. Dia juga bukan dari golongan tokoh Quraisy. Bahkan, tak banyak yang mengenalnya. Pun, sejauh ini tak terdengar keistimewaan dia.
Ternyata, kejadian ini berulang sampai tiga kali pada hari-hari selanjutnya. Tiap kali Rasulullah berkata akan hadir di antara kalian seorang calon penghuni surga, laki-laki tersebutlah yang kemudian muncul.
Maka para sahabat pun menjadi yakin, bahwa memang laki-laki itulah yang dimaksud Rasulullah. Mereka juga menjadi semakin penasaran, amalan istimewa apakah yang dimiliki laki-laki ini hingga Rasulullah menjulukinya sebagai calon penghuni surga?
Akhirnya, para sahabat pun sepakat mengutus salah seorang di antara mereka untuk mengamati keseharian laki-laki ini. Maka pada suatu hari, sahabat yang diutus ini menyatakan keinginannya untuk bermalam di rumah laki-laki tersebut. Si laki-laki calon penghuni surga mempersilakannya.
Selama tinggal di rumah laki-laki tersebut, si sahabat terus-menerus mengikuti kegiatan si laki-laki calon penghuni surga. Saat si laki-laki makan, si sahabat ikut makan. Saat si sahabat mengerjakan pekerjaan rumah, si sahabat menunggui. Tapi ternyata seluruh kegiatannya biasa saja. "Oh, mungkin ibadah malam harinya sangat bagus," pikirnya. Tapi ketika malam tiba, si laki-laki pun bersikap biasa saja. Dia mengerjakan ibadah wajib sebagaimana biasa. Dia membaca Qur'an dan mengerjakan ibadah sunnah, namun tak banyak. Ketika tiba waktunya tidur, dia pun tidur dan baru bangun ketika azan subuh berkumandang.
Sungguh, si sahabat heran, karena ia tak jua menemukan sesuatu yang istimewa dari laki-laki ini. Tiga malam sang sahabat bersama sang calon penghuni surga, tetapi semua tetap berlangsung biasa. Apa adanya.
Akhirnya, sahabat itu pun pun berterus terang akan maksudnya bermalam. Dia bercerita tentang pernyataan Rasulullah. Kemudian dia bertanya,"Wahai kawan, sesungguhnya amalan istimewa apakah yang kau lakukan sehingga kau disebut salah satu calon penghuni surga oleh Rasulullah? Tolong beritahu aku agar aku dapat mencontohmu".
Si laki-laki menjawab," Wahai sahabat, seperti yang kau lihat dalam kehidupan sehari-hariku. Aku adalah seorang muslim biasa dengan amalan biasa pula. Namun ada satu kebiasaanku yang bisa kuberitahukan padamu. Setiap menjelang tidur, aku berusaha membersihkan hatiku. Kumaafkan orang-orang yang menyakitiku dan kubuang semua iri, dengki, dendam dan perasaaan buruk kepada semua saudaraku sesama muslim. Hingga aku tidur dengan tenang dan hati bersih serta ikhlas. Barangkali itulah yang menyebabkan Rasulullah menjuluki demikian."
Mendengar penjelasan itu, wajah sang sahabat menjadi berseri-seri. "Terima kasih kawan atas hikmah yang kau berikan. Aku akan memberitahu para sahabat mengenai hal ini". Sang sahabat pun pamit dengan membawa pelajaran berharga.
***
Kawan, kisah di atas barangkali tak lagi asing. Namun tiada rugi untuk ditutur kembali. Surga bukan hanya hak para wali, nabi, syuhada dan ulama. Jika kita merasa hanyalah orang kebanyakan, itu tak berarti kita tak berhak atas nikmat surga. Karena amalan kecil pun bisa menjadi kunci masuk surga. Dan ternyata kebersihan hati itu sangat besar nilainya.
Jangan pernah berputus asa atas rahmatNya. Sungguh Dia Maha Pemberi Karunia. InsyaAllah, jika kita ikhlas, tulus dan mengerjakan penuh cinta, Dia takkan menyia-nyiakan hambaNya. Wallahu a'lam.
Copas : Bunga Rampai
Bunda… Ayah…
Kasih sayangmu yang kau berikan tak kan dapat kubalas dengan apapun
Ananda hanya bisa berdoa agar engkau selalu dalam lindungan-Nya
Ananda bahagia jika melihat engkau dalam keadaan bahagia
Mungkin suatu saat nanti dengan menjagamu ketika sudah tua, membuat hati ini bahagia melihat engkau senang menikmati kehidupan ini.
Banyak orang di dunia ini yang memberikan semangat dengan perjuangan yang tak mengenal lelah yang dilakukannya. Mereka berjuang hanya untuk merubah hal yang sangat kecil menjadi sangat berharga sekali. Mereka memberikan contoh yang bagus bagi orang-orang yang di sekitar. Andai semua mempunyai hati yang mulia, Negara ini pastilah akan sejahtera..
ya rabb… teguhkanlah iman & islam hamba, tuntunlah di jalan-Mu, berilah kekuatan dalam menjalani kehidupan yang hanya sementara