Selasa, 22 November 2011

Motivasi kuliahku…???

-->
Kebanyakan orang bahwa jadi mahasiswa itu enak. Soalnya sudah tidak lagi diatur-atur seperti anak SMA. Sekarang sudah bebas, bebas belajar sesukanya, seenaknya, dan sekenanya…hmm….benarkah demikian…???Tentu tidak!!Kebebasan yang dimiliki oleh seorang mahasiswa tidak dapat dilepaskan dari tanggung jawab, apalagi sebagai mahasiswa Islam. Why????Karena kebutuhan hidup kita tidak lagi hanya dimotivasi oleh kebutuhan untuk hidup tapi juga untuk memuliakan Tuhan. Oleh karena itu apa dong motivasi kita….
#Studiku just for ALLAH
Segala sesuatu yang kita kerjakan tak lain hanya untuk memperoleh ridho Allah SWT. Karena jelas dalam misi hidup kita tertuang dalam QS. Ad-Dzariat: 58 “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah Kepadaku“. So study di kampus kita ini merupakan aplikasi dari ibadah kita kepada Allah SWT. Dengan keikhlasan dan niatan yang tulus serta bener, kelapangan dalam study kita insyaALLAH akan kita peroleh dengan mudah. N kita juga kudu selalu menata niat bahwa kita kuliah hanya untuk menuntut ilmu karena Allah Swt. Al Imam Al Ghazali dalam kitab beliau Bidayatul Hidayah mengatakan, “Sesungguhnya dalam mencari ilmu, apabila engkau berniat untuk bersaing mencari popularitas, kebanggaan atau untuk mengungguli teman2 sebayamu dan supaya mendapat simpati orang banyak, maka engkau sebenarnya telah berusaha menghancurkan agamamu, merusak dirimu sendiri dan menjual, kebahagian akhirat dengan kesenangan dunia.
#Memperoleh Ilmu(pengetahuan)
Ingat….!!! “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang yang berilmu beberapa derajat” Al Mujadalah:11
#Masa Depan
Banyak orang yang ingin masa depannya bahagia, oleh karena itu masa depan menuntut kita untuk belajar.
#Menjalankan amanah dari orang tua
Banyak dari kita yang merupakan hal yang sangat penting ini. Saudaraku ketahuilah bahwa keberadaan kita di kampus ini merupakan amanah bagi kita yang secara tidak langsung telah diberikan oleh orang tua kita. Oleh karena itu jangan sampai kita mengecewakan orangtua kita. Mereka mengorbankan harta untuk membiayai kita..Mungkin kita hidup enak di sini, tapi bagiamana dengan orangtua kita di belakang..So..Seyogyanya kita bersungguh-sungguh dalam belajar..tanpa membuang-buiang waktu dengan sia-sia..

Menjadi mahasiswa sesungguhnya

    Rangkaian PKPT telah terlampaui, ada senang, ada marah, ada tawa dan ada sedih. Rangkaian itu ditutup dengan kemah bakti, maupun bakti social sehingga semua saling kenal, kedekatan telah tercipta dan sehari-hari perkuliahan akan semakin mengasyikkan.
    Sebagai mahasiswa baru memori-memori lama anda yang telah terukir selama di SMA mulai saat ini akan segera tergantikan dengan dunia mahasiswa yang sungguh sangat berbeda. Dulu kita masih diarahkan oleh guru kita di SMA, orang tua kita memperhatikan semua kegiatan kita. Bahkan banyak hal-hal yang dulu kita bergantung kepada orang tua kita mulai kita tinggalkan. Dunia mahasiswa sungguh seperti pedang bermata dua…banyak hal-hal yang perlu dipersiapkan untuk menghadapinya karena salah melangkah bisa berakibat fatal dalam proses menuju kesuksesan.
    Menjadi mahasiswa yang sesungguhnya dan bersungguh-sungguh menjadi mahasiswa membutuhkan iklim yang menunjang untuk hal itu kalaulah iklim itu belum tercipta kitalah yang menciptakannya.
    Pertama adalah Iklim Keilmuan karena disanalah letak kemahasiswaan kita, perbedaan kita dengan orang lain terletak disana, sehingga percakapan kita haruslah hal-hal yang ilmiah. Seorang ulama pada zaman dahulu hampir menghembuskan nafas terakhir tetapi ia masih sempat menanyakan pendapat kepada temannya tentang suatu hukum.
    Kedua adalah Iklim Kemandirian hal ini perlu dipupuk sejak dini baik kemandirian dalam manajemen waktu, kemandirian dalam menentukan sikap dan kemandirian dalam menyelesaikan permasalahan serta kemandirian dalam financial, walaupun tidak semua bisa tercapai tapi kita semua harus berusaha menuju ke sana karena kemandirian adalah tanda kemajuan suatu peradaban.
    Ketiga adalah Iklim pergerakan, Muhammad Iqbal salah satu pemikir Islam berkata "static condition means death", Kondisi yang diam berarti mati", bahkan dalam syairnya Imam Syafi'i berkata : "In saala thaaba wa in lam yajri lam yathibi" "air itu kalau mengalir menjadi baik tetapi kalau diam air itu menjadi busuk". Sebagai mahasiswa bergerak adalah keharusan, menyelesaikan permasalahan kampus, menghidupkan opini public, penyadaran dan juga berbaur dengan masyarakat adalah hal yang lazim bagi seorang mahasiswa sehingga mereka sebagai agent of change sejati tisdak hanya jargon belaka.
    Keempat adalah Iklim spiritual, artinya seorang mahasiswa harus menyadari bahwa dialah harapan masa depan ummat, sehingga jalan kehidupan yang mereka tempuh adalah kehidupan yang diinginkan oleh Allah SWT.
    Senantiasa membekali dengan ilmu dien, karena kelak mereka akan menjadi professional yang matang, seimbang antara prinsip-prinsip profesionalisme dan prinsip-prinsip ajaran agama, tidak ada lagi korupsi serta penipuan dan penggelapan harta Negara karena mereka memiliki nurani.
    Sejatinya jika keempat iklim tersebut teraplikasikan dalam kampus kita, kita tidak heran jika nanti ada banyak mahasiswa yang kuliahnya bagus, penampilan rapi, pandai berbisnis, aktifis pergerakan, perhatian terhadap masyarakat, agamanya mumpuni dan yang pasti mereka adalah generasi dambaan bangsa. Wallahu a'lam.

Sabtu, 19 November 2011

Begitu Cepat Engkau Menggantinya, Ya Allah…

Udara begitu segar di pagi hari, apalagi semalaman hujan. Saya merapatkan sweater yang diberikan kakak sebelum pergi. Hup... terlompati sudah genangan air untuk ke dua kalinya. Stasiun Bogor masih lengang, Alhamdulillah, berarti saya tidak usah berjuang hanya untuk bisa terangkut. Saya duduk dengan tenang di gerbong belakang yang sudah terisi sebagian. Hari masih muda, tetapi para pedagang asongan, peminta-minta bahkan pencari sumbangan sudah berseliweran dengan suara-suara khas mereka.

Saya mulai mengamati, mencari vitamin hati. Seorang nenek terhuyung-huyung mengedarkan mangkuk berharap dermawan memberi uang belas kasihan, sekelompok pemuda tuna netra yang hampir semua sepatunya robek-robek mematung menunggu sang nenek pindah ke gerbong lain. Ada seorang perempuan yang terus menerus menggumamkan "Lapar... Lapar.." di pojok gerbong, pakaiannya lusuh dan yang jelas dia sepertinya kurang waras. Kini giliran bocah laki-laki yang menyapu lantai kereta, hampir sekujur tubuhnya kudisan, mata yang merah, dan kepala diperban, membentak para penumpang jika tidak memberinya uang. Sebenarnya saya ingin sekali mengulurkan tangan seperti orang lain, jika saja dompet yang berisi recehan itu tidak tertinggal di kamar. Saya memang selalu mencari recehan sisa kembalian untuk hal-hal seperti ini. Hingga setiap kali tangan atau wadah tempat belas kasih itu datang saya menyambutnya dengan senyuman dan kata maaf.

Kereta berhenti di Stasiun Cilebut, ketika seorang bocah laki-laki, berpeci, mengenakan seragam putih hijau, naik. Dengan gugupnya ia berdiri dan sekedar berpidato, intinya meminta para dermawan saling tolong menolong dalam kebenaran dengan bershadaqah untuk panti asuhan yang ditinggalinya. Bulir-bulir keringat menetes dari dahinya, sedangkan tangan mungil itu gemetar, belum lagi kata-kata yang keluar dari awal sudah putus-putus. Saya mengamatinya, mungkin pertama kalinya untuk bocah itu melakukan hal ini. Iba hati saya, ketika dia mengedarkan kotak amal, refleks saya membuka dompet dan memasukkan uangnya ke dalam kotak. Tak disangka-sangka dia membungkukkan badan dan tak henti-henti mengucap "terima kasih kak, terima kasih banyak...". Dia melakukannya agak lama. Saya jadi rikuh ditatap banyak orang.

Sampai di kamar, saya baru tahu kenapa bocah tadi begitu semangat berterima kasih. Uang selembar yang diberikan kakak dengan embel-embel "Dik, pergunakan uang ini sebaik-baiknya sampai akhir bulan ... " itulah yang saya masukkan ke dalam kotak, sedangkan selembar uang 500-an yang saya maksudkan untuk berinfak masih ada di dompet. "Innalillahii.." bisik saya berulang-ulang. Saya tidak tahu harus berbuat apa. Yang saya patrikan saat itu adalah "Pasti ada hikmah... pasti ada hikmahnya".

Siang, Jam menunjukkan jarum pendeknya diangka 2. Saya pilih shirah nabawiyah untuk menentramkan gemuruh hati. Kisah-kisah kehidupan nabi Al-Musthafa begitu sempurna. Lapar yang saat itu saya rasakan belum seberapa dibandingkan dengan Lapar yang dialami Nabi, keluarganya dan para sahabat. Betapa luar biasanya mereka dalam hal zuhud. Saya tergugu ketika membaca kisah suatu hari Umar R.A bertemu dengan sahabatnya Jabir bin Abdullah dan menemukan sepotong daging ditangannya. Kemudian umar bertanya "Apa itu Jabir", "Aku ingin makan daging, lalu saya membelinya" begitu pengakuan jabir. Selanjutnya Umar pun bertutur "Apakah setiap yang kamu inginkan kamu usahakan membelinya? Apakah kamu tidak takut ayat ini, "Kamu telah menghabiskan rizkimu yang baik dalam kehidupan duniawimu (saja)" (QS Al-Ahqaf: 20).

Saya sering lebih memilih untuk membeli buku dibandingkan membeli kupon dari pencari dana kegiatan amal. Saya bahkan dengan hati seringan awan menambah koleksi kerudung daripada menambah investasi akhirat dengan memberi sedekah nenek buta yang setiap hari terlewati. Betapa dungunya saya ketika seorang tetangga datang ke rumah meminta sumbangan untuk membangun rumahnya yang ambruk, saya hanya meminta maaf karena memberi alakadarnya, padahal besoknya saya sibuk memilih-milih sepatu di pusat pertokoan. Astaghfirullah...., air mata menetes lagi.

Maghrib, baru saja terlewati, sementara perut dari tadi hanya diisi air. Subhanallah, apakah ini yang dirasakan mereka yang kelaparan setiap harinya. Perut melilit, bersuara aneh dan sesekali perih. Ingin rasanya mengetuk pintu kamar sebelah, tapi saya tahu sekarang bulan sudah tua. Dan saya ingat kemarin pagi para pemilik kamar sudah berkoar-koar tidak karuan tentang kerontangnya isi dompet mereka. Jika saja uang tadi tidak tertukar, jika saja saya lebih berhati-hati, andai saya tadi tertidur,.... Astaghfirullahaladzim....

Saya mengingat banyak hal untuk menghibur hati, diantaranya janji Allah yang disampaikan ustadz di pengajian minggu yang lalu. "Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya" (QS. Saba: 39). Lirih mulut berucap "Ya Rabb, saya ikhlas dengan skenario ini, mudah-mudahan Engkau mengganti dengan yang lebih baik, karena hamba yakin Engkau maha kaya dan tidak akan berkurang sedikitpun karena permohonan mahluknya".

Adzan Isya berkumandang, waktu seperti cepat bergulir. Belum selesai melipat mukena, pintu kamar diketuk "Mbak... ayo ke tempat makan, mamanya Ayu baru datang dan membawakan makan malam buat kita semua, cepetan nanti keabisan". Itu pasti teman sebelah kamar, suaranya khas. Saya tersenyum, terima kasih ya Allah. Di ruang makan, semuanya nampak bergembira, ibunya Ayu sibuk mempersilahkan mereka, padahal untuk makanan gratis, tanpa dipersilahkan pun semangat kami tetap semangat 45. Lagi asyik-asyiknya menikmati berkah, Ayu tersenyum ke arah saya dan berujar, "Eh mbak, beasiswanya sudah keluar, tadi Ayu liat di kampus. Besok uangnya udah bisa diambil".

Bening Hati Berbalas Surga

Suatu hari, Rasulullah sedang duduk di masjid dikelilingi para sahabat. Beliau tengah mengajarkan ayat-ayat Qur'an. Tiba-tiba Rasulullah berhenti sejenak dan berkata,"Akan hadir diantara kalian seorang calon penghuni surga". Para sahabat pun bertanya-tanya dalam hati, siapakah orang istimewa yang dimaksud Rasulullah ini?. Dengan antusias mereka menunggu kedatangan orang tersebut. Semua mata memandang ke arah pintu.

Tak berapa lama kemudian, seorang laki-laki melenggang masuk masjid. Para sahabat heran, inikah orang yang dimaksud Rasulullah? Dia tak lebih dari seorang laki-laki dari kaum kebanyakan. Dia tidak termasuk di antara sahabat utama. Dia juga bukan dari golongan tokoh Quraisy. Bahkan, tak banyak yang mengenalnya. Pun, sejauh ini tak terdengar keistimewaan dia.

Ternyata, kejadian ini berulang sampai tiga kali pada hari-hari selanjutnya. Tiap kali Rasulullah berkata akan hadir di antara kalian seorang calon penghuni surga, laki-laki tersebutlah yang kemudian muncul.

Maka para sahabat pun menjadi yakin, bahwa memang laki-laki itulah yang dimaksud Rasulullah. Mereka juga menjadi semakin penasaran, amalan istimewa apakah yang dimiliki laki-laki ini hingga Rasulullah menjulukinya sebagai calon penghuni surga?

Akhirnya, para sahabat pun sepakat mengutus salah seorang di antara mereka untuk mengamati keseharian laki-laki ini. Maka pada suatu hari, sahabat yang diutus ini menyatakan keinginannya untuk bermalam di rumah laki-laki tersebut. Si laki-laki calon penghuni surga mempersilakannya.

Selama tinggal di rumah laki-laki tersebut, si sahabat terus-menerus mengikuti kegiatan si laki-laki calon penghuni surga. Saat si laki-laki makan, si sahabat ikut makan. Saat si sahabat mengerjakan pekerjaan rumah, si sahabat menunggui. Tapi ternyata seluruh kegiatannya biasa saja. "Oh, mungkin ibadah malam harinya sangat bagus," pikirnya. Tapi ketika malam tiba, si laki-laki pun bersikap biasa saja. Dia mengerjakan ibadah wajib sebagaimana biasa. Dia membaca Qur'an dan mengerjakan ibadah sunnah, namun tak banyak. Ketika tiba waktunya tidur, dia pun tidur dan baru bangun ketika azan subuh berkumandang.

Sungguh, si sahabat heran, karena ia tak jua menemukan sesuatu yang istimewa dari laki-laki ini. Tiga malam sang sahabat bersama sang calon penghuni surga, tetapi semua tetap berlangsung biasa. Apa adanya.

Akhirnya, sahabat itu pun pun berterus terang akan maksudnya bermalam. Dia bercerita tentang pernyataan Rasulullah. Kemudian dia bertanya,"Wahai kawan, sesungguhnya amalan istimewa apakah yang kau lakukan sehingga kau disebut salah satu calon penghuni surga oleh Rasulullah? Tolong beritahu aku agar aku dapat mencontohmu".

Si laki-laki menjawab," Wahai sahabat, seperti yang kau lihat dalam kehidupan sehari-hariku. Aku adalah seorang muslim biasa dengan amalan biasa pula. Namun ada satu kebiasaanku yang bisa kuberitahukan padamu. Setiap menjelang tidur, aku berusaha membersihkan hatiku. Kumaafkan orang-orang yang menyakitiku dan kubuang semua iri, dengki, dendam dan perasaaan buruk kepada semua saudaraku sesama muslim. Hingga aku tidur dengan tenang dan hati bersih serta ikhlas. Barangkali itulah yang menyebabkan Rasulullah menjuluki demikian."

Mendengar penjelasan itu, wajah sang sahabat menjadi berseri-seri. "Terima kasih kawan atas hikmah yang kau berikan. Aku akan memberitahu para sahabat mengenai hal ini". Sang sahabat pun pamit dengan membawa pelajaran berharga.

***
Kawan, kisah di atas barangkali tak lagi asing. Namun tiada rugi untuk ditutur kembali. Surga bukan hanya hak para wali, nabi, syuhada dan ulama. Jika kita merasa hanyalah orang kebanyakan, itu tak berarti kita tak berhak atas nikmat surga. Karena amalan kecil pun bisa menjadi kunci masuk surga. Dan ternyata kebersihan hati itu sangat besar nilainya.

Jangan pernah berputus asa atas rahmatNya. Sungguh Dia Maha Pemberi Karunia. InsyaAllah, jika kita ikhlas, tulus dan mengerjakan penuh cinta, Dia takkan menyia-nyiakan hambaNya. Wallahu a'lam.


Copas : Bunga Rampai

Kasih Sayang

Bunda… Ayah…
Kasih sayangmu yang kau berikan tak kan dapat kubalas dengan apapun
Ananda hanya bisa berdoa agar engkau selalu dalam lindungan-Nya
Ananda bahagia jika melihat engkau dalam keadaan bahagia
Mungkin suatu saat nanti dengan menjagamu ketika sudah tua, membuat hati ini bahagia melihat engkau senang menikmati kehidupan ini.

Perjuangan Yang Tak Mengenal Lelah

Banyak orang di dunia ini yang memberikan semangat dengan perjuangan yang tak mengenal lelah yang dilakukannya. Mereka berjuang hanya untuk merubah hal yang sangat kecil menjadi sangat berharga sekali. Mereka memberikan contoh yang bagus bagi orang-orang yang di sekitar. Andai semua mempunyai hati yang mulia, Negara ini pastilah akan sejahtera..

ya rabb… teguhkanlah iman & islam hamba, tuntunlah di jalan-Mu, berilah kekuatan dalam menjalani kehidupan yang hanya sementara